POTENSI PENGEMBANGAN ALANG–ALANG (Imperata cylindrica L.) SEBAGAI BAHAN
BAKU PULP UNTUK KERTAS
Kumala
Hidayatiningtyas
Abstrak— Alang-alang
(Imperata cylindrica (L.) Beauv) merupakan tumbuhan rumput menahun yang
dianggap sebagai gulma pada lahan pertanian yang jumlahnya cukup besar di
Indonesia. Hingga saat ini pemanfaatan dalam jumlah yang besar belum dimaksimakal.
Teknologi alternatif dalam pembuatan pulp kertas menggunakan metode organosolv,
yaitu proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organik
seperti: metanol, etanol, aseton, asam asetat, dll. Penggunaan proses
organosolv diharapkan dapat meminimalisir permasalahan lingkungan yang dihadapi
oleh industri pulp dan kertas. Keuntungan proses organosolv yaitu rendemen pulp
yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah,
tidak menggunakan unsur sulphur, sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat
menghasilkan hasil sampingan berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat
kemurnian tinggi. Kualitas kertas dari alang-alang memiliki serat selulosa panjang
dengan dinding sel yang agak tebal, sehingga akan menghasilkan kertas yang
memiliki kekuatan yang tinggi.
Kata kunci : Alang-alang, kertas, kualitas, organosolv.
PENDAHULUAN
Semakin
meningkatnya populasi manusia, kebutuhan akan literatur yang baik dan
perkembangan komunikasi serta industri, terutama di Negara-negara yang sedang
berkembang menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi akan produk kertas dan
paper board dunia. Seiring dengan kebijakan revitalisasi industri kehutanan,
ketersediaan kayu untuk memasok bahan baku industri pulp dan kertas menjadi
kebutuhan yang mendesak. Peningkatan ini secara tidak langsung telah berdampak
pula pada penurunan akan sumber daya hutan. Semakin berkurangnya sumber daya hutan
pada beberapa tahun belakangan menyebabkan semakin meningkatnya produksi kertas
yang menggunakan berbagai jenis tanaman non kayu, terutama di beberapa Negara berkembang.
Hal
ini menjadikan salah satu peluang alternatif dalam upaya mengatasi permasalahan
ketimpangan antara supply dan demand bahan baku kayu pulp tersebut.
Kebutuhan
akan kayu tetap tinggi untuk berbagai kebutuhan misalnya bahan bangunan,
furnitur, kayu lapis, moulding, pulp dan kertas, sehingga perlu dilakukan
penghematan pemakaian kayu untuk mengurangi kerusakan hutan. Salah satunya
dengan mencari subtitusi bahan baku yang diperlukan dalam penggunaan kayu
antara lain dalam industri pulp dan kertas. Jenis Bahan baku pulp yang
dikehendaki sebagai bahan baku pulp dan kertas adalah yang sifat fisik maupun
kimianya seseragam mungkin, serta dapat secara kontinyu tersedia dalam jumlah
yang cukup. Di Indonesia bahan baku pulp ini didapat dari kayu (kayu daun lebar
maupun kayu daun jarum), bambu, bagasse, alang-alang serta residu hasil
pertanian dan perkebunan seperti merang, jerami, batang semu pisang (Anonim,
1995).
Kualitas
kayu sebagai bahan baku pulp sebaiknya mempunyai sifat fisik dan kimia yang
sesuai antara lain kandungan selulosa tinggi, kandungan lignin rendah dengan
dimensi serat bagus dan berat jenis antara 0,3 - 0,8 (Mindawati, 2007).
Pada
tahun 2005, produksi pulp untuk produk kertas dan paperboard dunia berkisar
187,6 juta ton, dimana 17,4 juta ton atau 9,27% berasal dari bahan non kayu (Bowyer et al.,2007). Sejumlah penelitian
juga telah dilakukan untuk memperkenalkan sumber serat lignoselulosa yang baru
sebagai sumber bahan baku pulp dan kertas
(Jahan et al., 2007; Shatalov dan Pereira, 2006).
Indonesia
merupakan negara yang memiliki daratan yang luas. Walaupun luas negara
Indonesia mencapai 1.904.569 km, tidak seluruh dari luas wilayah tersebut dimanfaatkan
dengan ditanami tanaman yang bermanfaat. Salah satu tumbuhan yang dirasa kurang
bermanfaat adalah rumput alang-alang. Sampai saat ini pemanfaatan alang-alang
masih sangat terbatas, meskipun alang-alang bisa dimanfaatkan sebagai bahan
baku pulp dan kertas sebagai alternatif atau subtitusi bahan baku kayu. Dengan memanfaatkan
alang-alang sebagai bahan baku pulp dan kertas maka penggunaan kayu akan
berkurang sehingga kerusakan hutan pun dapat ditekan. Selain itu alang-alang
yang semula hanya dianggap sebagai gulma bisa memberikan nilai ekonomis yang tinggi
jika diolah menjadi lembaran pulp atau kertas yang bermanfaat.
Gambar 1. Alang-alang (Imperata cylindrica (L.) Beauv)
Alang-alang
(Imperata cylindrica (L.) Beauv)
merupakan tumbuhan rumput menahun yang tersebar hampir di seluruh belahan bumi
dan dianggap sebagai gulma pada lahan pertanian. (Garrity) di wilayah Asia Tenggara dapat dijumpai
sekitar 35 juta ha, dan sekitar 8,5 juta ha tersebar di Indonesia. Sejauh ini,
alang-alang dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, bahan baku kertas,
pupuk, selebihnya dipotong dan dibuang karena menghambat pertumbuhan tanaman
utama. Dilihat dari kandungan kimianya, gulma tersebut mengandung α-selulosa
40,22%, holoselulosa 59,62%, hemiselulosa (pentosan) 18,40%, dan lignin 31,29%
[2]. Kandungan selulosa yang lebih dari 40% ini berpotensi sebagai bahan baku
untuk energi terbarukan, yaitu bioetanol.
GAMBARAN
KHUSUS
Kondisi
kekinian
Kertas
merupakan benda yang sering kita temukan sehari-hari dalam berbagai kegiatan
dalam kehidupan umat manusia. Bahan utama dalam proses pembuatan kertas adalah
bubur kertas atau yang dikenal dengan istilah pulp. Pada umumnya pulp terbuat
dari bahan baku kayu yang mengalami beberapa tahapan proses, sehingga pada
akhirnya berubah menjadi bubur kertas dimana proses tersebut disebut pulping.
Di Indonesia, kebutuhan akan pulp setiap tahunnya semakin tinggi. Biro Pusat
Statistik mencatat impor pulp di Indonesia pada tahun 2004 sejumlah 543.345 ton
dan mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2005 (8.479.910
ton) dan pada tahun 2006 (22.069.216 ton) (Anonymous, 2006).
Data
yang diperoleh dari pengukuran kandungan kimia alang-alang adalah sebagai
berikut :
Tabel
1. Kandungan kimia alang-alang
Kandungan
kimia alang-alang
|
Persentase
(%)
|
Kadar
air
|
93,76
|
Ekstraktif
|
8,09
|
Lignin
|
31,29
|
Holoselulosa
|
59,62
|
Alfa
seulosa
|
40,22
|
Pentosa/Hemiselulosa
|
18,40
|
Kadar air alang-alang relatif
tinggi akan tetapi kadar air bukan merupakan faktor utama dalam penentuan kualitas
bahan baku industri pulp dan kertas (Junidi dan Yunus, 2009). Kadar air di sini
untuk memprediksi penggunaan bahan kimia untuk pulp dan kertas. Kadar ekstraktif
yang tinggi akan berpengaruh kurang baik pada industri pulp dikarenakan akan
menimbulkan pitch atau penumpulan alat-alat yang digunakan dan adanya
bercak-bercak pada kertas (Sutopo, 2005). Dalam pengolahan pulp, lignin sangat
berpengaruh terhadap warna pulp, menyukarkan penggilingan dan menghasilkan
lembaran yang berkekuatan rendah (Siagian dkk., 2003).
Dalam
industri pulp dan kertas, lignin adalah komponen yang harus dihilangkan agar
sel-sel kayu dapat terurai (Junaidi dan Yunus, 2009). Kandungan lignin pada
alang-alang termasuk kategori kelas sedang jika dibandingkan dengan kandungan kimia
pada kayu jarum (Prawirohatmodjo,1997). Hal ini menunjukkan bahwa alang-alang
akan memerlukan bahan kimia pemasak yang sedang dalam industri pulp dan kertas.
Kandungan lignin yang tinggi akan menghasilkan mutu/kualitas pulp dan kertas
yang kurang baik. Karena lignin yang tinggi akan mempertinggi pemakaian bahan
kimia sehingga tidak efisien dan memberikan sifat kaku pada produk pulp.
Pada
pembuatan pulp dan kertas diperlukan kadar holoselulosa yang tinggi, karena akan
memberikan kekuatan yang baik. Kadar holoselulosa alang-alang sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan kayu dengan kisaran 60-80%. Akan tetapi jika dilihat,
alang-alang merupakan bahan bukan kayu sehingga wajar jika nilai kandungan
holoselulosa dibawah kandungan holoselulosa kayu tetapi tidak jauh sehingga
masih memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas. Kandungan
selulosa dalam kayu dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya rendemen pulp
yang dihasilkan dalam proses pulping, dimana semakin besar kadar selulosa dalam
kayu maka semakin besar pula rendemen pulp yang dihasilkan (Casey, 1980).
Dimensi serat
dan nilai
Data
dimensi serat alang-alang termasuk serat panjang yaitu lebih dari mm yang akan memberikan
pengaruh yang baik pada daya tenunnya.
Tabel
2. Dimensi serat
No
|
Panjang
serat (mm)
|
Diameter
serat (µm)
|
Diameter
lumen (µm)
|
Tebal
dinding sel (µm)
|
1
|
2,05
|
20
|
5
|
7,5
|
2
|
1,75
|
25
|
15
|
5
|
3
|
2,00
|
20
|
5
|
7,5
|
4
|
1,90
|
15
|
5
|
5
|
5
|
2,50
|
20
|
10
|
5
|
6
|
2,38
|
25
|
15
|
5
|
7
|
2,43
|
15
|
5
|
5
|
8
|
2,50
|
20
|
10
|
5
|
Total
|
17,51
|
160
|
70
|
45
|
Rerata
|
2,19
|
20
|
8,75
|
5,625
|
Nilai turunan dimensi serat diperoleh berdasar
dimensi seratnya dan diperoleh nilai turunan dimensi serat yang ditampilkan
pada Tabel.
Tabel
3. Nilai turunan dimensi serat
Sampel
alang-alang
|
Bilangan
runkel
|
Bilangan
mulstep (%)
|
Daya
tenun
|
Nilai
fleksibilitas
|
Koefisien
kekakuan
|
1,29
|
42,24
|
109,37
|
0,44
|
0,28
|
Tabel
4. Persyaratan dan nilai serat kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas
(Vademenkum Kehutanan)
|
Kelas
1
|
Kelas
2
|
Kelas
3
|
Kelas
4
|
Syarat
|
Nilai
|
Syarat
|
Nilai
|
Syarat
|
Nilai
|
Syarat
|
Nilai
|
Panjang
|
2,2
|
100
|
1,6-2,2
|
75
|
0,9-1,6
|
50
|
<0,9
|
25
|
Serat
(mm)
|
<0,25
|
100
|
0,25-0,5
|
75
|
0,5-1
|
50
|
>1,00
|
25
|
Bil. Runkel
|
<30
|
100
|
30-60
|
75
|
60-80
|
50
|
>80
|
25
|
Bil.mulstep
(%)
|
>90
|
100
|
70-90
|
75
|
40-70
|
50
|
<40
|
25
|
Daya
tenun
|
>0,80
|
100
|
0,6-0,8
|
75
|
0,4-0,6
|
50
|
<0,40
|
25
|
Fleksibilitas
kekakuan
|
<0,1
|
100
|
0,1-0,15
|
75
|
0,15-0,2
|
50
|
>0,20
|
25
|
Jumlah
|
|
600
|
|
450
|
|
300
|
|
150
|
Syarat nilai
|
461-600
|
301-450
|
151-300
|
150
|
Metode
Salah satu teknologi alternatif dalam
pembuatan pulp kertas adalah proses organosolv, yaitu proses
pemisahan serat dengan menggunakan bahan
kimia organik seperti: metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain. Tanaman
alang-alang yang tidak diharapkan masyarakat dapat diolah dengan menggunakan
teknologi yang ramah lingkungan yaitu proses asetosolv, yang merupakan salah
satu proses organosolv, dengan bahan asam asetat untuk menjadi pulp kertas.
Proses
asetosolv
Proses
pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organik seperti misalnya:
metanol, etanol, aseton, asam asetat,dan lain-lain dinamakan dengan proses organosolv.
Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan
sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Dengan
menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang dihadapi
oleh industri pulp dan kertas akan dapat diatasi. Proses organosolv
memberikan beberapa keuntungan, yaitu rendemen pulp yang dihasilkan
tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah,
tidak menggunakan unsur sulphur, sehingga lebih aman terhadap lingkungan,
dapat menghasilkan hasil sampingan berupa lignin dan hemiselulosa dengan
tingkat kemurnian tinggi. Secara ekonomis dapat mengurangi biaya produksi,
dan dapat dioperasikan secara ekonomis pada kapasitas terpasang yang
relatif kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari.
Kekuatan
tarik pulp asetosolv setara dengan kekuatan
tarik pulp kraft, yang memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa
sulfur, daur ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan dengan
tingkat kemurnian yang cukup tinggi, yaitu dengan distilasi saja daur ulang
pemakaian asam asetat sebagai bahan pemasaknya, dan nilai hasil
daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding hasil daur ulang limbah kraft.
Metode
penelitian
Langkah
pertama penilitian yaitu melakukan pembuatan pulp dari alang-alang dengan
menggunakan proses acetosolv, mula-mula bahan baku alang-alang dipotong-potong sekitar
1 cm sebanyak 10 gram. Lalu alang-alang dikeringkan dan dimasak dengan menggunakan
larutan pemasak yaitu Asam asetat dengan perbandingan 10:1 sebanyak 100 ml
untuk 10 gram dengan variasi konsentrasi serta suhu yang berbeda. Pulp dari
alang-alang kemudian dimasak dengan waktu yang berbeda dan terhadap hasil hidrolisis
kemudian dilakukan uji KAS untuk menentukan kadar alfa selulosa dan uji
bilangan Kappa. Pulp yang telah dimasak kemudian diuji karakteristiknya dan
dibandingkan dengan pulp komersial yang biasa dipakai oleh pabrik kertas pada
umumnya. Produk yang dihasilkan berupa pulp alang-alang yang dipisahkan
terlebih dahulu dari larutan pemasaknya, lalu dimasukkan kedalam oven sampai
kering.
Rangkaian
alat
Gambar
2. Rangkaian alat pemasak alang-alang
Faktor yang
mempengaruhi proses pembuatan pulp
Proses
pembuatan pulp dipengaruhi oleh kondisi proses antara lain:
·
Konsentrasi larutan pemasak
Dengan
konsentrasi larutan pemasak yang makin besar, maka jumlah larutan pemasak yang
bereaksi dengan lignin semakin banyak. Akan tetapi, pemakaian larutan pemasak
yang berlebihan tidak terlalu baik karena akan menyebabkan selulosa terdegradasi.
Asam asetat bisa digunakan sebagai larutan pemasak sampai dengan konsentrasi
100%.
·
Suhu
Dengan
meningkatnya suhu, maka akan meningkatkan laju delignifikasi (penghilangan lignin).
Namun, Jika suhu di atas 160˚C menyebabkan terjadinya degradasi selulosa.
·
Waktu pemasakan
Dengan
semakin lamanya waktu pemasakan akan menyebabkan reaksi hidrolisis lignin makin
meningkat. Namun, waktu pemasakan yang terlalu lama akan menyebabkan selulosa
terhidrolisis, sehingga hal ini akan menurunkan kualitas pulp. Waktu pemasakan
yang dilakukan sebelum 1 jam pulp belum terbentuk. Untuk waktu pemasakan diatas
5 jam selulosa akan terdegradasi.
·
Ukuran bahan baku
Ukuran
bahan baku yang berbeda menyebabkan luas kontak antar bahan baku dengan larutan
pemasak berbeda. Semakin kecil ukuran bahan baku akan menyebabkan luas kontak
antara bahan baku dengan larutan pemasak semakin luas, sehingga reaksi lebih baik.
·
Kecepatan pengadukan
Pengadukan
berfungsi untuk memperbesar tumbukan antara zat-zat yang bereaksi sehingga
reaksi dapat berlangsung dengan baik.
Upaya
promosi
Kualitas
kertas dari serat alang-alang memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan baku
pulp dan kertas dilihat dari kandungan selulosanya akan tetapi memerlukan
perlakuan-perlakuan khusus terutama dikarenakan kandungan lignin dan ekstraktif
yang tinggi. Serat selulosa merupakan serat panjang dengan dinding sel yang
agak tebal sehingga akan menghasilkan kertas yang memiliki kekuatan yang tinggi.
Nilai turunan dimensi serat menunjukkan alang-alang tergolong pada kualitas 2
yang sesuai digunakan untuk kertas seni dan pengemas misalnya untuk dibuat
kertas karton.
Perbandingan
Antara Pulp Dari Alang-alang, Ampas Tebu dan Eceng Gondok Dengan Pulp Yang
Dipersyaratkan OlehPabrik Kertas
Pada
penelitian dari bacaan yang relevan, asam asetat dengan konsentrasi 90% dan
pada suhu pemasakan 100°C selama 60 menit, memberikan pulp dengan kadar alfa
selulosa sebesar 84,6% dan lignin sebesar 23,6628. Jika dibandingkan dengan
pulp yang dipersyaratkan oleh pabrik kertas yang mengandung kadar alfa selulosa
sebesar 86% dan lignin 19,2041. kadar alfa selulosa pulp dari alang-alang
tersebut masih lebih rendah, sedangkan untuk lignin masih lebih tinggi. Lebih
tingginya kadar alfa selulosa dan lebih rendahnya lignin yang didapat untuk
pulp yang dipersyaratkan oleh pabrik kertas dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pemilihan jenis bahan baku dan jenis proses
pemasakan yang digunakan. Umumnya pabrik menggunakan bahan baku berjenis hardwood yang
mengandung kadar alfa selulosa dan lignin yang lebih besar dari nonwood, tetapi
jenis proses pemasakan pada pabrik yang umumnya memakai proses kraft memberikan
kadar alfa selulosa dan degradasi lignin yang lebih baik.
Berdasarkan
studi literatur yang didapat untuk proses pemasakan menggunakan proses asetosolv
diketahui kadar alfa selulosa, lignin dan yield pulp yang didapat untuk
bahan baku alang-alang, ampas tebu dan eceng gondok sebagaimana disajikan
pada Tabel 5.
Tabel
5. Perbandingan kadar alfa selulosa, lignin dan yield untuk tiap jenis bahan
baku hasil dari proses asotosolv
|
Alang-alang
|
Ampas
tebu
|
Enceng
gondok
|
Kadar
alfa selulosa
|
84,6%
|
83,93%
|
75,2%
|
Lignin
|
23,6628%
|
39,13%
|
8,71%
|
Yield
pulp
|
62,8%
|
64,79%
|
-
|
Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa
kadar alfa selulosa dari alang-alang memiliki nilai tertinggi dibandingkan
dengan jenis bahan baku yang lain, dengan kadar alfa selulosa yang semakin
tinggi mengakibatkan daya tarik kertas semakin kuat dan daya hapus juga semakin
baik sehingga kualitas dari kertas yang dihasilkan oleh pulp berbahan baku
alang-alang lebih baik jika dibandingkan dengan pulp dari ampas tebu
dan eceng gondok. Akan tetapi pulp dari alang-alang memiliki intensitas
kecerahan kertas yang lebih jelek jika dibandingkan dengan pulp dari eceng
gondok, karena banyak lignin yang terkandung dalam pulp menyebabkan kertas yang
dihasilkan menjadi lebih gelap. Jika ditinjau dari jumlah produk pulp
yangdihasilkan, pemasakan dengan menggunakan bahan baku ampas tebu,
memiliki yield pulp yang lebih tinggi dari yield pulp alang-alang, sehingga
yield pulp yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.
Upaya
preventif
Rehabilitasi
padang alang-alang sangat rentan terhadap bahaya kebakaran, karena alang-alang
kering merupakan sumber bahan bakar yang potensial. Karena itu pernyataan yang
berbunyi : Kebakaran “menyebabkan” alang-alang, Alang-alang “membawa” api
menggambarkan begitu dekatnya hubungan antara api/kebakaran dengan alang-alang.
Kegagalan rehabilitasi padang alang-alang umumnya disebabkan oleh kebakaran
alang-alang dan menghanguskan tanaman rehabilitasi.
Teknik
pengendalian alang-alang
Karakteristik
alang-alang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pengendalian. Secara
ringkas karakteristik alang-alang adalah : 1) mudah terbakar, 2) tumbuh dan
berkembang dengan pesat pasca kebakaran, 3) membutuhkan intensitas sinar matahari
yang tinggi (tidak tahan terhadap naungan), 4) mempunyai akar rimpang dalam
tanah yang terlindung dari kebakaran dan akan segera tumbuh setelah kebakaran,
5) dapat tumbuh pada kisaran kondisi lingkungan yang lebar (wide range of
biophysical condition), dari tempat yang subur sampai yang tandus dan dari
tempat basah sampai yang kering, 6) Bijinya mudah tertiup angin dan jatuh di
mana saja dan segera tumbuh sebagai alang-alang baru.
Berdasarkan
sifat-sifat (karakteristik) alang-alang tersebut maka beberapa cara
pengendalian alang-alang agar alang-alang bisa terus dimanfaatkan sebagai bahan
baku pulp untuk pembuatan kertas dan tanaman lain yaitu pohon dan semak pionir
dapat ikut tumbuh bersamaan dengan alang-alang dalam area pertanian.
·
Mencegah kebakaran padang alang-alang
Apabila
sering terjadi kebakaran, secara bertahap alang-alang menjadi lebih dominan
menutupi lahan. Seringkali yang terjadi adalah monokultur alang-alang, namun
kadang-kadang tercampur dengan semak atau rumput tahan api sehingga formasi tersebut
dinamakan vegetasi klimaks api (fire climax) (Friday et al., 2000).
Gambar
3. Setelah kebakaran alang-alang segera tumbuh kembali
Bila
padang alang-alang dapat terbebaskan dari kebakaran berikutnya, maka
lama-kelamaan akan terjadi suksesi hutan pada lahan tersebut. Tunas-tunas pohon
dan semak pionir akan tumbuh dari biji kemudian akan menaungi alang-alang
se-hingga alang-alang akan tertekan. Ketika pertumbuhan alang-alang tertekan
maka jenis-jenis tumbuhan lainnya akan lebih mudah tumbuh.
Alang-alang dapat
menjadi penutup permukaan tanah yang cukup baik. Pada kondisi yang tidak
ekstrim, alang-alang dapat menghambat aliran permukaan sehingga tidak
menimbulkan erosi, misalnya pada kondisi lahan yang datar dan curah hujan yang
rendah. Namun pada kondisi yang ekstrim seperti curah hujan yang besar, lahan
miring, lebih-lebih lahan alang-alang tersebut sering ditebas dan terbakar maka
lahan tersebut menjadi rawan bagi tata air. Dalam proses kehilangan air melalui
evapotranspirasi, alang-alang menurut Coster (1937) termasuk penguap sedang
untuk daerah dataran rendah khususnya Bogor (Jawa Barat), yaitu sebesar 1.750
mm per tahun.
Daftar
pustaka
Anonim, 1995.
Seri Pengembangan Sumber Daya Nabati Asia Tenggara: Pohon Kehidupan.
Badan Pengelola Gedung Manggala Wanabhakti dan Prosea Indonesia, Bogor
Bowyer, J.L.,
R., Schmulsky, J.G. Haygreen. 2007. Forest Products and Wood Science
: An Introduction. 5th Ed. Iowa State Press. USA.
Casey, J.P.,
1980. Pulp and Paper, Chemistry and Chemical Technology. Vol I. Pulping
and Bleaching. Second Edition. Intersciece Publiser. Inc New
York
Coster, Ch.
1937. The Transpiration of Different
Types of Vegetation on Java. Short Communication of the Forest Research
Institute Indonesia. Balai Besar Penyelidikan Kehutan-an Bogor Indonesia p.
1-123.
D.
P. Garrity, Soekadi M., Van N., M. D. la Cruz, Pathak P., Gunasena H., Van S.,
Huijun G. and Majid N., “The Imperata Grasslands of TropicalAsia: Area,
Distribution, and Typology,” Agroforestry Systems 36 (1997) 3-29.
Friday,
K.S., M.E. Drilling dan D.P. Garrity. 2000. Rehabilitasi Padang Alang-alang
Menggunakan Agro-forestry dan Pemeliharaan Permu-daan Alam. ICRAF dan
Universitas Brawijaya.
Jahan,
M. S., R., Chowdhury, A., Islam, M.K. 2007. Pulping of Dhaincha (Sesbania
aculeata). Celluse Chem. Technol 41. 413 – 421.
Junaidi,
A.B. dan R. Yunus., 2009. Kajian Potensi Tumbuhan Gelam (Melaleuca Cajuput
Powel) Untuk Bahan Baku Industri Pulp: Aspek Kandungan Kimia Kayu. Jurnal Hutan
Tropis Indonesia. No 28 Hal 284-291.
Kartikasari,
S.D. Nurhatika, S. Muhibudain, A. (2013). Potensi alang-alang (Imperata cylindrical (L.) Beauv) dalam
produksi etanol menggunakan bakteri Zymomonas
mobilis. Jurnal sains dan seni POMITS. 2 : 1-5
Mindawati,
N., 2007. UKP Silvikultur Hutan Tanaman Kayu Pulp. Badan Litbang Kehutanan.
Bogor
Prawirohatmodjo,
S., 1977. Kimia Kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pudjiharta,
A. Widyati, E. Adelina, Y. Syafruddin. (2008). Kajian teknik rehabilitasi lahan
alang-alang (Imperata cylindrical L.
Beauv) (Technical analysis of Imperata cylindrical L. Beauv grassland
rehabilitation). Info hutan. 3 : 219-230
Puspitasari,
P. Linda, R. Makarlina. (2013). Pertumbuhan tanaman pakchoy (Brassica chinensis L.) dengan pemberian
kompos alang-alang (Imperata cylindrical
(L.) Beauv) pada tanah gambut. Jurnal
protobiont. 2 (2) : 44-48.
Seriosta,
A. Pengaruh cara pembukaan lahan alang-alang terhadap besarnya unsur hara yang
terbawa oleh erosi tanah dan produksi tanaman dilahan kritis daerah tangkapan
air (DTA) singkarak. Diakses tanggal 7/4/2014 : (13.53)
Shatalov, A.A. dan H. Pereira. 2006. Papermaking
Fibers From Giant Reed (Arundo donax L) Advanced Ecologically
Friendly Pulping and Bleaching Technologies. Bioresources
Journal 1 (1) 2006. 45 – 61.
Siagian,R.M., dkk., 2003. Studi Peranan Fungi
Pelapuk Putih dalam Proses Biodelignifiksi Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria
(L) Nielsen). J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 1 •
No. 1 • 2003
Sudomo, A. Permadi, P. Rachman, E. (2007). Kajian
control silvikultur hutan tanaman terhadap kualitas kayu pulp (A study of
plantation forest silvicultur control on quality of wood for pulp). Balai
besar penelitian bioteknologi dan pemuliaan tanaman hutan. 2 : 1-10
Sutiya, B, Istikowati, W.T. Rahmadi, A. Sunardi.
(2012). Kandungan kimia dan sifat serat alang-alang (Imperata cylindrica)
sebagai gambaran bahan baku pulp dan kertas. Bioscientlae. 1: 8-9
Sutopo,R.S., 2005. Karakteristik Industri Pulp,
Makalah Pelatihan Industri Pulp, Balai Besar Pulp dan Kertas. Bandung.
Wibisono, I. Leonardo, H. Antaresti, Y. Aylianawati.
(2011). Pembuatan pulp dari alang-alang. Widya teknik. 1 :11-20
Zulfikar, M. Kumalaningsih, S. Wijana, S. Teknologi
produksi pulp dari serat daun nenas (Kajian variasi pelarut CaO, suhu dan waktu
pemasakan). Diakses tanggal 28/3/2014 : (09.38)